Bahaya Amal Riya'
Dalam Hadits Qudsi dikemukakan sebagai berikut:
Kelak pada hari kiamat akan didatangkan beberapa buku yang telah disegel31) lalu dihadapkan kepada Allah SWT. (pada waktu itu) Allah berfirman: “Buanglah ini semuanya”. Malaikat berkata: “Demi kekuasaan Engkau kami tidak melihat di dalamnya melainkan yang baik-baik saja”. Selanjutnya Allah berfirman: “Sesungguhnya isinya ini dilakukan bukan karena Ku, dan Aku sesungguhnya tidak akan menerima kecuali apa-apa yang dilaksanakan karena mencari keridlaanKu”. (HR. Bazzar dan Thabarani, dengan dua sanad, atau diantara parawinya termasuk parawi al-jami’ush shahih).
Keterangan: Diberitakan kepada kita dalam Hadits Qudsi tersebut bahwa diantara buku catatan harian yang sudah diperkirakan oleh yang bersangkutan akan baik (akan menempatkannya pada tempat yang tinggi kelak), ternyata setelah diletakkan di hadapan Allah SWT. isinya ditolak karena tidak dikerjakan dengan ikhlas karena Allah.
Allah berfirman kepada malaikatNya: “Turunkan buku itu karena ia tidak berhak diangkat atau diterima. Oleh karena itu buang sajalah”.
Para malaikat membuat catatan sebagaimana adanya, sesuai dengan tingkat pengetahuannya, namun Allah memberitahukan kepada para malaikat hakikat buku tersebut, bahwa amal yang dilakukan oleh yang bersankutan, lahirnya baik dan bagus, tapi pada hakikatnya tidak baik buruk dan busuk. Amal tersebut menurut penilaian Allah dilakukan bukan karena Allah yang sebenar-benarnya. Allah maha mengetahui apa-apa yang tersirat di balik amal perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Allah SWT. mengetahui bahwa orang yang bersangkutan melakukan amal itu bukan karena Allah akan tetapi karena riya’, karena ingin dipuji dan disanjung, karena ingin mendapat bintang kehormatan dan lain-lain sebaiknya, Allah tidak akan menerima segala sesuatu yang dilaksanakan dengan tidak ikhlaskarenaNya.
Berkenaan dengan Hadits Qudsi terdapat beberapa ayat tentang ikhlas:
Ketahuilah! Hanyalah agama Allah sajalah yang bersih (dari syirik) (Q.S. Az-Zumar: 3)
Katakanlah wahai Muhammad! Hanya kepada Allah sajalah aku beribadah dengan tulus ikhlas (Q.S. 39 Az-Zumar: 14)
Kecuali mereka yang taubat dan berlaku baik dan berpegang teguh pada agama Allah, dan melaksanakan agama mereka dengan ikhlas karena Allah mereka itulah bersama-sama kaum mu’minin (Q.S. 4 An-Nisa’: 146)
Dan luruskanlah muka kalian (menghadap Allah) di setiap sholat (pusatkanlah hati dan fikiran kalian dengan tulus ikhlas kepada Allah) dan berdoalah dengan tulus ikhlas, melaksanakan agama karena Allah.(Q.S. 7 Al-‘Araf: 29)
Dan mereka hanya diperintahkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas, melaksanakan agama dengan jujur, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, begitulah agama yang betul. (Q.S. 98 Al-Bayyinah: 5)
Barangsiapa yang berharap menemui Rabnya, (di akhirat untuk menerima pahala, balasan dan karunia dari padanya), hendaklah ia mengerjakan pekerjaan yang baik dan janganlh mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabnya dengan siapapun. (Q.S. 18 Al-Kahfi: 110)
Dalam Hadits Qudsi yang lain Nabi SAW. pernah menyebutkan sebagai berikut:
Allah SWT. berfifman: “Barangsiapa yang beramal untukKu tetapi dalam amalnya menyekutukan Aku dengan selainKu, maka amal itu adalah untuk dirinya seluruhnya (menjadi tanggung jawabnya sendiri). Aku berlepas diri dari padanya, dan Aku paling tidak memerlukan persekutuan.
Kholifah Umar bin Khattab r.a. berkata tentang ikhlas ini sebagai berikut yang artinya:
Amalan yang paling utama ialah menunaikan apa yang telah difardzukan oleh Allah SWT. dan melakukan wara’ (menjaga diri) dari apa-apa yang telah diharamkan Allah SWT. serta meluruskan niat dalam beribadat kepada Allah SWT.
Ketika Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi khalifah pada tahun 99 hijriah. Beberapa teman beliau antara lain Salim dan Abdullah, seorang tabi’in yang terkenal wara’ dan taqwanya, berkirim surat padanya untuk memperingatkannya: “Ketahuilah bahwa bantuan Allah dan pertolongan Allah kepada hambaNya seimbang dengan niatnya. Barangsiapa yang sempurna niatnya, akan sempurna pula bantuan Allah kepadanya. Sebaliknya jika niatnya kurang sempurna, akan berkurang pula bantuan Allah sesuai dengan niatnya itu”
Seorang tabi’in besar, salah seorang waliyullah yang terkenal bernama Fudlail bin Iyadl. Apabila membaca ayat 31 surat Muhammad32) beliau menangis dan mengulang bacaan tersebut beberapa kali sambil berkata: “Sesungguhnya engkau jika telah menguji kami, tentu akan membukakan rahasia-rahasia kami dan akan menyiapkan tabir yang melindungi keaiban dan kecelaan kami”.
Mengenai hukum amal perbuatan yang bercampur dengan riya’, Hujjatul Islam Imam al-Ghozali mengemukakan:
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum amalan yang tidak ikhlas karena Allah SWT. yang bercampur denga riya’ atau karena hawa nafsu, apakah ada pahalanya, ataukah akan mendapat hukuman, atau tidak mendapat apa-apa.
Para ulama secara aklamasi menegaskan bahwa amalan yang dilakukan karena riya’ semata, akan mendapat hukuman. Malah riya’ itu merupakan penyebab kemurkaan dan siksaan.
Adapun amal yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata akan menjadi penyebab untuk mendapat pahala.
Lahiriyah Hadits-hadits menunjukkan bahwa amalan yang bercampur dengan riya’ tidak ada pahalanya. Akan tetapi dari beberapa Hadits dapat disimpulkan bahwa amalan seperti itu diukur menurut kadar kekuatan pendorongnya (Allah maha mengetahui akan hal ini).
1. Jika pendorong amalnya itu bersamaan dengan pendorong nafsunya sehingga kedua-duanya sama kuat, maka kedua-duanya harus digugurkan dan jadilah amalannya tidak berpahala dan tidak juga berdosa.
2. Jika dorongan riya’ lebih kuat dan menang, jadilah amalannya tidak bermanfaat, malah memberi madlarat dan siksaan. Siksaan dalam kondisi seperti ini lebih enteng dari siksaan amalan yang semata-mata riya’.
3. Jika niat bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) lebih berat atau lebih condong dibandingkan dengan dorongan-dorongan yang lain, maka ia akan mendapat pahala sekedar kelebihan kekuatan dorongan keikhlasanya tadi.
Sehubungan dengan ini Allah berfirman:
Barangsiapa yang beramal kebajikan sebesar debu, pahala kebajikannya itulah yang akan dilihatnya. Dan barangsiapa yang beramal kejahatan sebesar debu, maka siksa kejahatannya itulah yang akan dilihatnya kelak. (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8)
Sesungguhnya Allah tidak akan menganiaya sedikitpun. Dan jika ada kebajikan sebesar debu sekalipun. Allah akan melipat gandakan pahalanya. (Q.S. 4 An-Nisa’: 40)
Memperhatikan uraian di atas, tidaklah layak meniadakan sama sekali niat kebajikan dalam setiap amalan kita. Jika niat itu dapat mengalahkan riya’, maka tinggallah niat baiknya. Tetapi jika niat baik itu kalah oleh riya’, maka niat baiknya itu akan terhapus, dan sebagai imbalannya, akan menerima siksaan karena riya’nya itu33). Demikian Imam Ghozali.
Selanjutnya terdapat pula Hadits Qudsi menurut riwayat Daru Quthni dari Hadits Anas r.a. dengan isnad hasan. Bersabda Rosulullah SAW.:
Apabila seseorang beramal beberapa amalan yang baik, para malaikat naik membawanya dalam satu buku yang disegel. Buku itu diletakkan di hadapan Allah SWT. Allah berfirman: “Buanglah buku-buku ini, karena amalan-amalan ini dilakukan bukan karena Aku”. Kemudian dia memanggil malaikat: “Tulislah baginya begini dan begini. Tulislah baginya begini dan begini.” Malaikat menyahut: “Ya Rabbana! Sesungguhnya dia tidak pernah melakukan yang demikian itu.” Allah berfirman: “Itu adalah pahala terhadap amal yang pernah ia niatkan.”
Makin banyak kita pelajari Hadits-hadits tentang ikhlas, makin jelas peranannya dalam kehidupan kita. Wallahu ‘alam. (Abdul Fatah)