Photobucket
Latest News

Muhasabah

, Posted by surabaya at 7:54 AM

Dengan sedih, sang suami bercerita, “Saya menangis karena merasa takut menghadap pengadilan Alloh di akhirat kelak yang pasti terjadi.” Mendengarkan penjelasan itu, sang istri pun ikut menangis. Memang setiap mukmin yang mengingat betapa dahsyatnya hari pembalasan akan merasa takut dan khawatir menghadapinya. Saat itu manusia takkan dapat mengelak dari tuntutan keadilan ilahi. Segala bukti terpampang nyata. Mulut tertutup tak lagi dapat berkilah.

Mengetahui Neraca Amal

Untuk mengevaluasi keadaan usaha perdagangan, laporan keuangan tahunan sudah barang tentu harus dibuat dengan cermat. Dengan begitu akan segera diketahui apakah keadaan usaha itu dalam keadaan untung atau rugi. Bila sedang untung kita akan merasa senang dan berpikir bagaimana tahun depan dapat memperoleh laba lebih besar. Bila ada kerugian biasanya langsung ada evaluasi agar kesalahan tidak terulang lagi.

Tetapi apa yang diperhitungkan itu sesungguhnya baru sebagian kecil saja. Ada perhitungan lanjutan yang jauh lebih penting dari itu; yang bila tidak dilakukan dampaknya tikda hanya kerugian dunia, tetapi sampai di akhirat. Perhitungan itu adalah neraca amal baik dan amal buruk. Itulah yang dilakukan sahabat dan istrinya. Evaluasi diri itu membuat mereka tersadar dan meneteskan air mata segera memohon ampun kepada Alloh dan selalu memperbaiki diri.

Misalnya dalam hal kekayaan, selain besar kecilnya pengeluaran dan penerimaan, bagaimana kehalalan harta yang kita dapatkan selama ini? Sesuaikan penggunaan harta itu dengan tuntunan syariat Alloh? Sudahkah dari kekayaan itu dikeluarkan zakatnya? Harta untuk sekedar kesenangan atau sudah digunakan jihad fii sabilillah?

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Alloh dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. (QS. Ash Shaff: 10-11)

Dalam hal waktu, sudahkah kita menggunakannya dengan benar dan baik? Bila selama ini penggunaan waktu selalu dikaitkan dengan uang, bukankah sebagai orang muslim ada ukuran yang hakiki tentang keuntungan dan kerugian?

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr: 1-3)

Setiap anggota badan perlu ditimbang; seberapa dia menyumbang kebaikan atau justru keburukan? Mata, seberapa banyak memasukkan informasi ayat-ayat Alloh, yang tertulis atau yang tercipta sehingga kian menambah iman? Ataukah justru menjadi pintu yang mengotori hati dengan berbagai pandangan yang mengundang hawa nafsu?

Lisan, sudahkah secara tepat kita gunakan untuk berdzikir dan membicarakan ilmu, memberi nasehat ataukah justru untuk berdusta, mengumpat dan bicara sia-sia. Bagaimana pula dengan perut; apakah sudah dijaga dari makanan syubhat apalagi yang haram. Kaki, tangan, telinga atau lainnya sudahkah benar-benar didayagunakan memperbanyak amal shalih?

Demikian juga berkaitan dengan hubungan dengan Alloh, sudahkah kita menunaikan kewajiban-kewajiban terhadap-Nya dengan baik? Sedangkan hubungan dengan sesama, adakah tanggungan hutang atau janji yang masih tertunda? Segeralah selesaikan, jangan menunda-nunda kewajiban. Muhasabah ini kita lakukan untuk introspeksi dan melakukan perbaikan diri sebelum menghadap pengadilan Alloh.

Hindari Bangkrut

Diriwayatkan bahwa suatu kali Nabi bertanya kepada para sahabat-nya, “Siapakah orang yang bangkrut?” “Orang yang rugi hingga modalnya habis dalam perdagangan.” Jawab mereka.

Nabi meluruskan bahwa orang yang bangkrut adalah orang yang selama di dunia telah melakukan banyak ibadah dan amal kebaikan tetapi ia sering menyakiti orang lain. Di akhirat kelak dia merasa akan mendapat pahala yang besar dari Alloh. Tetapi tiba-tiba datang orang yang pernah disakiti selama di dunia menuntutnya. Akhirnya Alloh mengambil pahalanya dan diberikan kepada si penuntut. Kemudian datang lagi yang lain menuntut serupa. Lama-lama pahala amal kebaikannya habis, sedangkan orang yang menuntut masih antri. Karena pahalanya habis, sebagai pembalasan kedzaliman kepada orang lain, dia harus menerima dosa si penuntut. Sehingga akhirnya dia tidak lagi memanggul pahala, tetapi dosa yang bertumpuk.

Berkenaan dengan itu hendaklah setiap kita menjaga diri lebih hati-hati dalam setiap langkah. Apalagi mereka yang sedang mendapatkan amanah rakyat banyak, semestinya lebih ekstra hati-hati lagi, bisa jadi tanpa sadar kebijakan nya merugikan rakyat banyak. Akibatnya amal ibadah yang sudah banyak itu bisa berganti menjadi dosa karena dituntut orang-orang yang selama ini didzaliminya.

Diriwayatkan Imam Ahmad dan At Tirmidzi, Umar bin Chattab berpesan, “Hisablah dirimu sebelum dihisab! Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang! Sesungguhnya berintrospeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab di kemudian hari. Begitu juga dengan hari ‘aradl (penampakan amal) yang agung.”

Ingatlah neraca Alloh di akhirat kelak akan sangat teramat cermat mencatat dan memperhitungkan setiap detak gerak kita.

Kami akan memasang neraca yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (QS. Al Anbiya’: 47)

Karena itu akan lebih bila di pergantian tahun ini kita bermuhasabah merenungkan ulang seluruh aktifitas kita di hadapan Alloh seraya bermohon ampun kepada-Nya. Jangan sampai kita mengetahui kebangkrutan diri setelah di akhirat kelak. Tahun mendatang kita tekadkan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan amal shalih, menatap kehidupan selanjutnya lebih baik dan lebih bermakna. (ayyub syafii)