Photobucket
Latest News

Seputar Maulid Nabi

, Posted by surabaya at 4:26 PM

Oleh: Ahmad Syarifuddin, Pembina Al-Ghazali Islamic Study Club Solo

Dulu orangtua-orangtua kita senantiasa mengenang hari lahir anak-anak mereka dengan melakukan tasyakkur pada hari weton, yakni hari lahir berdasarkan pasarannya. Mereka pada ingat bahkan hafal hari weton masing-masing anak-anak mereka. Entah tradisi itu kini masih ada atau hilang. Mungkin sebagian di antara kita menyebutnya sebagai khurafat, atau mungkin ada pula yang justru memandangnya sebagai urf, yakni tradisi budaya yang baik. Setiap kepala punya pendapat.

Sementara itu, di era modern ini muncul tradisi serupa, yakni HUT (Hari Ulang Tahun) dan hal ini sepertinya hampir-hampir tidak mengalami penolakan yang berarti, karena semua pada menerima atau mengikutinya. Ada HUT kelahiran, ada HUT pernikahan, ada HUT organisasi, ada HUT perusahaan, ada HUT media televisi/koran, ada HUT desa atau kota, dsb. Ada peringatan sewindu, ada dasawarsa, ada peringatan seabad, dsb. Nama-namanya beragam, dari maulid, haul, birth day, sampai milad dan harlah (hari lahir). Tahun yang lazim dipakai pun bertitel miladiyah/masehiyah, yang berarti berdasar kelahiran Nabi Isa Al-Masih.

Jika diamati, sejatinya inti dari HUT dengan aneka ragamnya tersebut adalah mengenang (tidak alpa) hari yang dianggap penting, ekspresi kegembiraan (suka-cita), momentum keteladanan dan pembaruan semangat, sedekah, dan ungkapan syukur kepada Ilahi Robbi, Sang Penguasa Jagat Raya.

Dan bagi kita umat Islam, termasuk bagian dari aqidah dasar, adalah mengenal sosok penghulu kita yang agung, yakni Nabi Muhammad SAW. Dan termasuk bagian dari pengenalan itu adalah kita harus tahu, kapan beliau lahir (hari, tanggal, dan bulan berapa) serta di mana beliau dilahirkan. Adalah amat tidak elok, seorang muslim tidak tahu hari dan tanggal kelahiran Nabinya.

Nabi Muhammad SAW. dilahirkan di kota Makkah, pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Ketika ditanya atas landasan apa disunnahkan puasa pada hari Senin, jawab beliau, “Pada hari itulah aku dilahirkan.” Karena itulah orang-orang sama menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi khususnya pada bulan Rabiul Awal dengan aneka ragam kegiatan positif, sebagai bagian kecil dari pengenalan. Konon pada tanggal 12 Rabiul Awal pula beliau wafat. Mengapa kita tidak memperingatinya lebih daripada memperingati hari kelahiran? Dalam tuntunan syariat Islam, kita ditekankan mengenang hari kegembiraan, tidak diperkenankan mengenang hari duka secara kelewatan yang dikenal dengan al-ma’tam.

Dalam Shahih Bukhari diterangkan bahwa Abu Lahab diberikan keringanan siksa setiap hari Senin disebabkan dia memerdekakan Tsuwaibah kala budak perempuannya itu memberikan berita gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. (Lihat Shahih Bukhari Kitab nikah Bab ibu-ibu yang menyusuimu, dan haramnya jalinan susuan seperti haramnya jalinan nasab). Tsuwaibah adalah ibu yang menyusui Nabi, selain sang ibunda dan ibu Halimah As-Sa’diyah.

Mengenai hal ini, Al-Imam Al-Hafidz Syamsuddin bin Nashiruddin Ad-Dimasyqi menggubah,

Jikalau ini adalah orang kafir yang telah dicela dengan ‘celakalah kedua tangannya’ lagi dinyatakan kekal di neraka Jahim.

Diriwayatkan bahwa pada setiap hari Senin dia diperingan siksanya karena gembira terhadap (kelahiran) Ahmad.

Maka apakah persangkaanmu terhadap hamba yang sepanjang umur selalu bergembira terhadap Ahmad dan meninggal dalam keadaan bertauhid?!

Tentang kelahiran Nabi, Sayidina Abbas bin Abdul Mutthalib bersenandung,

“Dan engkau, tatkala engkau lahir, bersinar teranglah dunia.

Dengan cahaya engkau, gemerlapanlah seluruh penjuru bumi,

Dan kami semua tertembus oleh sinar gemerlap itu, cahaya itu, jalan kebenaran.”

Mengenal Nabi kita merupakan hal yang sangat penting, bahkan hal ini akan menjadi ujian pertama kali kala kita memasuki alam kubur. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda, “Jika seorang hamba telah diletakkan di kuburnya, handai-tolan sama beranjak pulang, sungguh dia mendengar derap suara sandal mereka, maka datanglah dua orang malaikat. Mereka mendudukkannya lalu berkata, “Apa yang bisa kamu katakan mengenai orang ini, sosok Muhammad SAW.?” Adapun orang mukmin, dia akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah sekaligus Rasul-Nya.” Dikatakanlah kepadanya, “Arahkan pandangan pada tempatmu di neraka, kini Allah telah menggantinya untukmu dengan tempat di surga.” Dia dapat memandang kedua tempat itu. Qotadah, perawi hadits, berkata, “Dan beliau menuturkan pada kami, bahwa orang itu dilapangkan di kuburnya.” Kemudian (perawi) kembali kepada haditsnya Anas, “Adapun orang munafik dan orang kafir, dikatakanlah kepadanya, “Apa yang bisa kamu katakan mengenai sosok orang ini?!” Jawabnya, “Aku tidak tahu. Dulu aku mengatakan seperti orang-orang mengatakannya.” Dikatakanlah, “Kamu tidak tahu dan kamu tidak membaca (meneliti, berfikir).” Dia lalu dipukul dengan godam-godam besar dari besi dengan pukulan maha dahsyat. Dia menjerit luar biasa. Jeritan itu didengar makhluk hidup di sekelilingnya selain jin dan manusia.” (H.R. Bukhari)

Ya Allah, saksikanlah.