Photobucket
Latest News

Life Begins at Forty

, Posted by surabaya at 4:05 PM

Oleh: Bahtiar HS

I like Monday.

Tidak ada yang lebih membahagiakan saya ketimbang bisa menyempatkan diri membawa Ifa, anak saya keenam, jalan-jalan pagi pada hari SENIN seperti yang saya lakukan hari ini. Glenn Doman menganjurkan hendaknya anak bayi diajak jalan-jalan pagi keluar rumah minimal 30 menit setiap hari.

Memenuhi hak Ifa itulah yang saya lakukan pertama pagi ini setelah per 31 Desember 2010 kemarin saya mengambil keputusan untuk “pensiun dini” dari kantor saya alias resign. Saya ajak dia mengelilingi kompleks perumahan tempat kami tinggal (ketika orang-orang berangkat bekerja he he). Saya ajak dia ke fasilitas umum di dekat masjid, main ayun-ayunan, prosotan, dan menaiki rumah “beruang kutub” — begitulah saya menamakan bangunan seperti separuh bola bumi itu yang disediakan di sana.

Mendengar tawanya yang lepas dan melihat giginya yang mulai tumbuh ketika ia tersenyum lebar, terutama ketika seekor kucing melintas atau kicauan burung di dahan-dahan pohon terdengar di telinganya, membuat hari saya terasa begitu sempurna. Sesuatu yang kiranya jarang — untuk tidak mengatakan tidak pernah — saya dapatkan selama sepuluh tahun memiliki anak-anak.

***

Setahun terakhir saya gelisah. Ifa jarang terlihat tersenyum. Ia tumbuh tampak selalu cemberut, memonyongkan mulutnya setiap kali, dan mengunyah makanan yang masuk ke mulutnya dengan cara seperti diemot saja atau menggunakan dua gigi depannya untuk mengunyah. Saya perhatikan, bentuk wajahnya, mulutnya (yang menyonyo begitu) persis seperti khadimah (prt) yang sehari-hari memandikan, menyuapi, dan menggendongnya. Memang khadimah saya mulutnya agak (maaf) monyong.

Saya menyadari demikian hampir 3-4 bulan yang lalu. Sejak itu saya bertekad mengubah “tampilan” anak saya, dengan lebih sering memegangnya, bermain dengannya, mengajaknya memperhatikan muka saya yang saya buat selalu tersenyum riang. Tetapi sayangnya hal itu hanya bisa saya lakukan jika tidak sedang ke kantor atau tugas keluar kota.

Saya begitu gembira — dan juga bingung sih — ketika khadimah kami itu pulang ke desanya dua minggu yang lalu dan bilang tidak bisa kembali bekerja lagi di rumah kami karena suatu alasan. Saya gembira, karena kami dipaksa untuk bisa memegang Ifa 24 jam. Ibunya berusaha lebih banyak berinteraksi dengannya, di samping dengan kelima kakaknya. Saya pun demikian. Tentu saja mengasuh 6 orang anak yang semuanya “tidak bisa diam” tak perlu Anda tanya bagaimana repotnya.

Tetapi kiranya hasilnya cukup menggembirakan. Alhamdulillah, Ifa kini tampak sering tersenyum riang. Dan mulut menyonyonya berangsur-angsur “sembuh”. Ia benar-benar memiliki bakat “riang” seperti Afa, kakaknya, yang ketika hamilnya mereka berdua ibunya memakai Baby Plus sejak umur 120 hari hingga melahirkan. Saya yakin itu sejak awal. Dan keyakinan saya memang benar adanya.

***

Untuk menggenapi itu semua, saya memutuskan keluar dari perusahaan tempat saya bekerja selama 18 tahun ini. Saya memilih “bekerja” di rumah bersama anak-anak dan ibunya. Saya ingin memenuhi obsesi saya untuk bisa menulis penuh waktu. Menulis apa saja yang saya bisa, kapan pun saya mau, dan di mana saja saya inginkan. Di rumah, dalam perjalanan, kafe, mall, masjid. Termasuk menulis di halaman depan istana Alhambra, Granada, sambil membayangkan Bo’abdil, Sultan Granada terakhir, berlinang air mata meninggalkan pelataran Istana Merah nan megah itu untuk terakhir kali. Suatu saat saya akan menulis di sana. Suatu saat, Ya Allah. Suatu saat yang dekat. Tentu atas ijin-Mu. Di ujung jemari-Mu tidak ada yang sulit. Bagi-Mu tidak ada yang mustahil. Insya Allah.

Alhamdulillah. Inilah SENIN pertama saya tak harus mengenakan seragam kantor. Saya cukup memakai kaos putih kiriman panitia lomba TOYOTA SEO Awards 2010, yang saya terima pada saat menulis “farewell” ke teman-teman kantor melalui email Jum’at lalu. Sambil mendampingi Azril, anak saya keempat, main game Zuma kesukaannya, saya menulis posting perdana di permulaan tahun baru ini. Dengan identitas baru. Dengan suasana baru. Dengan semangat baru.

Bukan sebuah kebetulan jika usia saya akan genap 40 tahun Mei nanti (betapa waktu dipergulirkan begitu cepat di akhir zaman ini). Jika Imam Asy-Syafi’i mulai memakai tongkat ke mana pun pergi ketika memasuki usia 40 tahun, saya cukup memulai dari mencoba menata diri untuk etape ke-3 dari hidup ini. 20 tahun ketiga ini semoga orientasi hidup bisa saya perbaiki dengan lebih baik, dengan memperhatikan firman Allah dalam QS. Al-Hasyr: 18 agar hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah dipersiapkannya sebagai bekal untuk hari esok (akhirat).

Mungkin itulah mengapa orang bilang: Life Begins At Forty. Ada kehidupan baru ketika kita memasuki usia 40 tahun. Bukan “puber kedua” seperti sebagian asumsi orang. Tetapi sebuah etape hidup yang kiranya lebih bermanfaat untuk orang banyak. Banyak berbagi. Banyak memberi. Banyak mengingat bahwa kita sudah memasuki waktu ‘ashar. Waktunya bersiap-siap menjelang Maghrib. Menjelang semburat merah di ufuk Barat sirna satu demi satu.

I like Monday. Bagaimana dengan Anda?